1. Klien
yang menjalani konseling tidak digolongkan sebagai penderita penyakit jiwa,
tetapi dipandang sebagai seseorang yang mampu memilih tujuan-tujuannya,
membuat keputusan, dan secara umum bisa bertanggung jawab terhadap perbuatannya
sendiri dan terhadap hari depannya.
2. Konseling
dipusatkan pada keadaan sekarang dan yang akan datang.
3. Klien
adalah klien dan bukan pasien. Konselor bukanlah tokoh otoriter namun adalah
seorang ‘pendidik’ dan ‘mitra’ dari klien dalam melangkah bersama untuk
mencapai tujuan.
4. Konselor
tidaklah netral secara moral atau tidak bermoral, melainkan memiliki
nilai-nilai, perasaan dan normanya sendiri, meskipun konselor tidak perlu
memaksakan hal ini kepada klien, namun ia juga tidak menutupinya.
5. Konselor
memusatkan pada perubahan perilaku, tidak hanya menumbuhkan pengertian.
Menurut Patterson (1973) dan Pallone (1977), mengatakan bahwa konseling diberikan kepada seseorang sebagai klien, sedangkan psikoterapi kepada seseorang pasien. Seorang penderita neurosis atau psikosis bisa saja menemui seorang konselor untuk tujuan melakukan konsultasi atau konsultansi dan penanganan atau perawatan selanjutnya dilakukan melalui psikoterapi.
Bentuk-bentuk utama terapi adalah sebagai berikut:
1. Terapi suportif adalah suatu bentuk terapi alternatif yang mempunyai tujuan untuk menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan psikisnya. Tujuannya adalah menaikkan fungsi psikologi dan sosial, untuk menyokong harga dirinya dan keyakinan dirinya sebanyak mungkin, menyadari realitas, keterbatasannya, agar dapat diterima, mencegah terjadinya relaps, bertujuan agar penyesuaian baik, mencegah ketergantungan pada dokter, dan untuk memindahkan dukungan profesional kepada keluarga
2. Terapi Reedukatif untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak di alam sadar, dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri. Tujuannya adalah untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak di alam sadar, dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri kembali, memodifikasikan tujuan dan membangkitkan serta mempergunakan potensi kreatif yang ada.
3. Terapi Rekonstruktif untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknaya dialam tak sadar, dengan usaha untuk mendapatkan perubahan yang luas daripada struktur kepribadian dan pengluasan pertumbuhan kepribadian dengan pengembangan potensi penyesuaian diri yang baru.
Daftar
Pustaka
Gunarsa,
Singgih D. (2007). Konseling
dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Semiun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian Dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta : Kanisius
Semiun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian Dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta : Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar