Sabtu, 07 November 2015

CBIS (Sistem Informasi Berbasis Komputer)

Sistem informasi berbasis komputer meruoakan sebuah sistem yang terintegrasi, sistem-manusia-mesin yang memanfaatkan perangkat keras, perangkat lunak, database, dan prosedut yang bertujuan untuk menyediakan informasi yang mendukung kegiatan organisasi (Marimin, Tanjung & Prabowo, 2006). 
Menurut Umar (2005), CBIS merupakan evolusi sistem informasi yang berbasiskan komputer yang tahapannya memperlihatkan  perkembangan kemajuan teknologi sistem informasi sekaligus pemanfaatannya oleh orang-orang yang berkepentingan dalam perusahaan.

Stair (dalam Fatta,2007)) menjelaskan bahwa sistem informasi berbasis komputer (CBIS) dalam suatu organisasi terdiri dari komponen-komponen berikut:
a. Perangkat keras, yaitu perangkat keras komponen untuk melengkapi kegiatan memasukkan data, memproses data, dan keluaran data.
b. Perangkat lunak, yaitu program dan instruksi yang diberikan ke komputer.
c. Database yaitu kumpulan data dan informasi yang diorganisasikan sedemikian rupa sehinga mudah diakses pengguna sistem informasi.
d. Telekomunikasi, yaitu komunikasi yang menghubungkan antara pengguna sistem dengan sistem komputer secara bersama-sama ke dalam suatu jaringan kerja yang efektif.

Evolusi/Perkembangan CBIS
SIA
Umar (2005) mengatakan sistem informasi administrasi (SIA) menggunakan komputer hanya untuk pengolahan data perusahaan yang bersifat sederhana, dimana informasi untuk manajemen masih merupakan produk sampingan.
SIM
Menurut Fatta (2007) sistem informasi manajemen (SIM) adalah sebuah sistem informasi pada level manajemen yang berfungsi untuk membantu perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan dengan menyediakan resume rutin dan laporan-laporan tertentu. SIM mengambil data mentah dari TPS dan mengubahnya menjadi kumpulan data yan lebih berarti yang dibutuhkan manajer untuk menjalankan tanggung jawabnya. Untuk mengembangkan suatu SIM, diperlukan pemahaman yang baik tentang informasi apa saja yang dubutuhkan manajer dan bagaimana mereka menggunakan informasi tersebut.
SPK
Decision support system atau sistem pendukung keputusan menurut Fatta (2007) merupakan sistem informasi pada level manajemen dari suatu organisasi yang mengombinasikan data dan model analisi yang canggih atau peralatan data analisis untuk mendukung pengambilan yang semi terstruktur dan tidak terstruktur. SPK dirancang untuk membantu pengambilan keputusan organisasional. SPK biasanya tersusun dari:
a. Database
b. Model grafis atau matematis, yang digunakan untuk proses bisnis.
c. Antarmuka pengguna, yang digunakan oleh pengguna untnuk berkomunikasi dengan SPK.
OA
Office automation menurut Umar (2005) memudahkan komunikasi dan meningkatkan produktivitas dianatara manajer dan pekerja kantor melalui penggunaan alat-alat elektronik, seperti modem, faksimil, word-processing, electronic mail, dan desktop publishing.
Sistem Pakar
Expert system atau sistem pakar menurut Fatta (2007) merupakan representasi yang menggambarkan cara seorang ali dalam mendekati suatu masalah. Sistem pakar lebih berpusat pada bagaimana mengodekan dan memanipulasi pengetahuan dari informasi. Adapun cara kerja sistem pakar adalah sebagai berikut:
a. Pengguna berkomunikasi dengan sistem menggunakan dialog interaktif.
b. Sistem pakar menyanyakan pertanyaan (jawaban akan ditanyakan seorang pakar) dan pengguna memberikan jawaban.
c. Jawaban digunakan untuk menentukan aturan mana yang dipakai dan sistem pakar menyediakan rekomendasi berdasarkan aturan yang telah disimpan.
d. Seorang knowledge engineer bertanggung jawab pada bagaimana melakukan akusisi pengetahuan, sama seperti seorang analis tetapi dilatih untuk menggunakan teknik yang berbeda.

Daftar Pustaka
Fatta, H. A. (2007). Analisis dan perancangan sistem informasi untuk keunggulan bersaing             
            perusahaan dan organisasi modern. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Marimin, Tanjung, H., Prabowo, H. (2006). Sistem informasi manajemen sumber daya 
           manusia. Jakarta: Grasindo
Umar, H. (2005). Evaluasi kinerja perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sistem Informasi Psikologi

Suatu sistem memiliki karakteristik tertentu menurut Haryadi (2009). 
1. Komponen atau elemen-elemen yang lebih kecil disebut dengan subsistem. misal, sistem komputer terdiri dari subsistem perangkat keras, perangkat lunak, dan manusia. 
2. Komponen atau elemen-elemen yang lebih besar disebut dengan suprasistem. Misal, jika perangkat keras adalah sistem yang memiliki sub sistem CPU, perangkat I/O, dan memori, suprasistem perangkat keras adalah sistem komputer.

Tujuan Sistem
Menurut Susanto (dalam Djahir & Pratita, 2014), tujuan sistem merupakan target atau sasaran akhir yang ingin dicapai oleh suatu sistem. Agar target atau sasaran tersebut bisa tercapai, maka target tersebut harus diketahui terlebih dahulu kriterianya. kriteria dapat juga digunakan sebagai tolok ukur dalam menilai keberhasilan suatu sistem dan menjadi dasar dilakukannya suatu pengendalian.

Berikut akan dijelaskan mengenai input, process dan output menurut Susanto (dalam Djahir & Pratita, 2014)
1. Input
Input merupakan segala sesuatu yang masuk ke dalam suatu sistem. Input dapat berupa energi, manusia, data, modal, bahan baku, layanan, dan lainnya. Input merupakan pemicu bagi sistem untuk melakukan proses yang diperlukan. Input diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu serial input, probable input dan feedback input.
2. Process
Proses merupakan perubahan dari input menjadi output. Proses ini mungkin dilakukan oleh mesin, orang, atau komputer. Kombinasi input serta urutan yang berbeda untuk menghasilkan output yang bermacam-macam menjadikan proses itu sangat kompleks. Proses mungkin berupa perakitan yang menghasilkan suatu macam output dari berbagai macam input yang disusun berdasarkan aturan tertentu.
3. Output
Output merupakan hasil dari suatu proses yang merupakan tujuan dari sistem. Output seperti halnya input mungkin berbentuk produk, servis, informasi dalam bentuk print out komputer atau energi output dari dinamo.

Lingkungan sistem
Menurut Susanto (dalam Djahir & Pratita, 2014), lingkungan sistem adalah faktor-faktor di luar sistem yang mempengaruhi sistem yang terdiri dari 2 macam, yaitu lingkungan internal yang merupakan lingkungan yang berada didalam sistem; dan lingkungan eksternal yang merupakan lingkungan yang berada diluar sistem. Bak lingkungan internal maupun eksternal memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap sistem, sebaliknya suatu sistem sedikit sekali memiliki kemampuan untuk mengubah lingkungan.

Umpan Balik
Umpan balik (feedback) menurut Hall (2007) adalah suatu bentuk output  yang dikirim kembali ke sistem sebagai sumber data. Umpat balik dapat bersifat internal dan eksternal dan digunakan untuk memulai atau mengubah proses. Contohnya, laporan status persediaan akan memperingatkan staf pengendali persediaan bahwa suatu barang persediaan telah jadi ke-, atau di bawah tingkat minimum yang diizinkan. Umpan balik internal, dari informasi ini akan memulai proses pemesanan persediaan untuk mengisi kembali persediaan. Dalam cara yang sama, umpan balik eksternal mengenai tingkat utang pelanggan yang tidak tertagih dapat digunakan untuk menyesuaikan kebijakan pemberian kredit perusahaan.

Contoh pengaplikasian sistem informasi psikologi adalah pengambilan data dari tes psikologi dan skoring menggunakan teknologi komputer.

Daftar Pustaka
Djahir, Y., Pratita, D. (2014). Bahan ajar sistem informasi manajemen. Yogyakarta: Deepublish.
Hall, J. A., (2007). Sistem informasi akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Haryadi, H. (2009). Administrasi perkantoran untuk manajer dan staff. Jakarta: Transmedia Pustaka.

Rabu, 30 September 2015

Sistem Informasi Psikologi

1.      Pengertian sistem

Sistem menurut Indrajit, 2001 (dalam Hutahaean, 2015) mengandung arti kumpulan-kumpulan dari komponen-komponen yang dimiliki unsur keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Jogianto, 2005 (dalam Hutahaean, 2015) sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi. Sedangkan menurut Murdick, 1991 (dalam Hutahaean, 2015) suatu sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau prosedur-prosedur/bagan-bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan tertentu.
Dari beberapa pengertian sistem diatas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen yang membentuk kumpulan atau prosedur-prosedur/bagan-bagan pengolahan dan berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Menurut Marimin, Tanjung & Prabowo (2006), sifat-sifat dasar dari suatu sistem antara lain:
a.  Pencapaian tujuam, orientasi pencapaian tujuan akan memberikan sifat dinamis kepada sistem, memberi ciri perubahan yang terus menerus dalam usaha mencapai tujuan.
b.  Kesatuan usaha, mencerminkan suatu sifat dasar dari sistem, dimana hasil keseluruhan melebihi dari jumlah bagian-bagiannya atau sering disebut konsep sinergi.
c.  Keterbukaan terhadap lingkungan, lingkungan merupakan sumber kesempatan maupun hambatan pengembangan. Keterbukaan terhadap lingkungan membuat penilaian terhadap suatu sistem menjadi relatif atau dinamakan equifinality atau pencapaian tujuan suatu sistem tidak mutlak harus dilakukan dengan satu cara terbaik. Tetapi pencapaian tujuan suatu sistemdapat dilakukan melalui berbagai cara sesuai dengan tantangan lingkungan yang dihadapi.
d.  Transformasi merupakan proses perubahan input menjadi output yang dilakukan oleh sistem.
e.  Hubungan antarbagian, kaitan antara subsistem inilah yang akan memberikan analisis sistem, suatu dasar pemahaman yang lebih luas.
f.   Sistem ada berbagai macam yaitu sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem dengan umpan balik
g.  Mekanisme pengendalian, mekanisme ini menyangkut sistem umpan balik yang merupakan suatu bagian yang member informasi kepada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadapa pencapaian tujuan atau pemecahan persoalan yang dihadapi.

2.      Pengertian Informasi

Kata informasi menurut Anton M. Moeliono, 1990 (dalam Marimin, Tanjung & Prabowo, 2006)   adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan. Menurut Gordon B. Davis, 1984 (dalam Marimin, Tanjung & Prabowo, 2006)  informasi adalah data yang telah diproses/diolah ke dalam bentuk yang sangat berarti untuk penerimanya dan merupakan nilai yang sesungguhnya atau dipahami dalam tindakan atau keputusan yang sekarang atau nantinya.  Sedangkan menurut Kenneth C. Laudon, 2004 (dalam Marimin, Tanjung & Prabowo, 2006) informasi adalah data yang sudah dibentuk kedalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk manusia.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data yang telah diproses/diolah ke dalam sebuah formulir bentuk  yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan dan bermanfaat serta dapat digunakan untuk manusia.
Fungsi utama informasi yaitu menambah pengetahuan atau mengurangi ketidak pastian pemakai informasi, karena informasi berguna memberikan gambaran tentang suatu permasalahan sehingga pengambil keputusan dapat menentukan keputusan lebih cepat, informasi juga memberikan standar, aturan maupun indikator begi pengambil keputusan.

3.      Pengertian Psikologi

Psikologi menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya. Selanjutnya menurut Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya. sedangkan menurut Chaplin (dalam Dictionary of Psychology, 1972), psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan. Menurut Poerbakawatja dan Harahap (dalam Ensiklopedia Pendidikan, 1981), psikologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala atau kegiatan-kegiatan jiwa.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan serta mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala atau kegiatan-kegiatan jiwa.

4.      Pengertian Sistem Informasi Psikologi

    Dari pengertian sistem, informasi dan psikologi dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi Psikologi adalah kumpulan dari elemen-elemen yang membentuk prosedur-prosedur pengolahan dan berinteraksi untuk memperoleh data yang telah diproses/diolah ke dalam sebuah formulir bentuk  yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan mengenai  ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan serta mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala jiwa untuk mencapai tujuan tertentu.
       Psikolog mempelajari sistem informasi dengan tujuan mendapat pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi formal.

Daftar Pustaka

Dakir. (1993). Dasar-dasar psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gaol, C. J. L. (2008). Sistem informasi managemen. Jakarta: Grasindo
Hutahaean, J. (2015). Konsep sistem informasi. Yogyakarya: Deepublish
Marimin., Tanjung, H., Prabowo, H. (2006). Sistem informasi manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Grasindo
Syah, M. (2001). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
http://www.scribd.com/doc/87925778/Definisi-Psikologi-Menurut-Para-Ahli

Selasa, 26 Mei 2015

Terapi Realitas

Glasser (1975) memperkenalkan terapi realitas sebagai salah satu pendekatan terapi untuk mengatasi berbagai bentuk gangguan psikologis. Sebagai seorang psikiater, ia banyak menemukan kenyataan bahwa berbagai gangguan psikologis yang dialami oleh pasien, yang dirawat di rumah sakit, dilandasi oleh upaya pasien melarikan diri dari tanggung jawab hidupnya. Karena landasan utama terapi realitas adalah untuk memenjarakan pasien untuk bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dilakukannya, dan bukan membenamkan diri dalam perasaan-perasaan yang dialaminya.

Terapi realitas bertitik tolak pada paham dasar bahwa manusia memilih perilakunya sendiri dan karena itu ia bertanggung jawab, bukan hanya terhadap apa yang dilakukan, tetapi juga terhadap apa yang ia pikir. Maka terapi realitas bertujuan untuk memberikan kemungkinan dan kesempatan kepada pasien, agar ia bisa mengembangkan kekuatan-kekuatan psikis yang dimilikinya untuk menilai perilakunya sekarang dan apabila perilakunya tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, maka perlu memperoleh perilaku baru yang lebih efektif. Menurut Bassin (1980) kebutuhan merupakan landasan terapi realitas, karena pada pandangan terapi realitas, orang memiliki dua kebutuhan dasar, yaitu:

1.   Kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan yang terus menerus mencari pemuasan melalui berbagai bentuknya.
2.   Kebutuhan untuk merasa diri berguna, memiliki harga diri dan kehormatan yang sama dan saling menunjang dengan kebutuhan akan kasih sayang.

Terapi dengan pendekatan terapi realitas bekerja secara aktif membantu pasien memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Terapi realitas memusatkan perhatian pada perbuatan atau tindakan sekarang dan pikiran yang menjadi dasarnya, bukan pada pemahaman, perasaan, pengalaman yang sudah lewat atau ketidaksadaran. Glasser (1989) mempergunakan konsep perilaku sebagai keseluruhan yang terdiri dari empat komponen, yaitu:

1.    Tindakan (doing) seperti bangun tidur dan berangkat kerja.
2.    Pikiran (thinking) seperti isi pikiran dan pernyataan diri.
3.    Perasaan (feeling) seperti marah, gembira, sakit, dan cemas.
4.    Kefaalan (physiological) seperti berkeringat atau gejala psikosomatik.

Glasser (1975) juga mengungkapkan sejumlah konsep penting dalam melakukan terapi realitas, yaitu:

1.   Setiap orang harus dibawa kepada suatu pemahaman bahwa dirinya turut bertanggung jawab atas penderitaannya. Ia tidak boleh membebankan tanggung jawabnya kepada orang lain, melainkan dirinyalah yang bertanggung jawab atas jalan hidupnya.
2.  Individu harus menyadari bahwa sejarah hidup tak dapat diputar ulang. Akses terhadap pengalaman hidup di masa lampau sangat terbatas, sehingga perubahan yang harus dilakukan juga demikian terbatas. Karenanya, seseorang hendaknya belajar mengubah dirinya sendiri sejak saat kini untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan.
3.  Pasien harus belajar berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan pola hubungan interaktifnya, bukan atas landasan transferens (pengalihan hubungan emosional dengan figure tertentu ke fiur tertentu lainnya yang memiliki kemiripan). Setiap hubungan interpersonal adalah unik, dan individu perlu belajar membina hubungan unik sesuai dengan keunikan hubungan interpersonalnya.


DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan psikoterapi. 
          Jakarta: Gunung Mulia.
Satiadarma, M.P. (2002). Pura-pura sakit untuk mencari simpati (sindroma mÃœnchausen). Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Kamis, 16 April 2015

Analisis Transaksional

Nama : Tsuraya Farah Khansa W.
NPM: 17512491
Kelas: 3PA06

a.       Konsep dasar
Analisis transaksional adalah suatu pendekatan psikoterapeutik yang sangat dapat diterapkan dalam praktik pekerjaan sosial klinis. Analisis transaksional—gagasan Eric Berne (1990-1970)—merupakan suatu pendekatan untuk mensistematisasi, menganalisis, dan mengubah saling pengagruh di antara manusia, yang menekankan interaksi keduanya (antara diri dan manusia lain) dan kesadaran internal (regulasi diri dan ekspresi diri).
Tinjauan teoritik tentang analisis transaksional dikaitkan dengan suatu pendekatan yang mengaitkan internal (intrapsikis) dengan interpersonal dan relasional. Pada intinya, makna analisis transaksional adalah untuk memperkaya kemampuan-kemampuan menghadapi (coping) dan mengatur (regulatory) situasi yang paling dalam dan interaksi kehidupan nyata.
Analisis transaksional dibagi ke dalam kategori-kategori sebagai berikut:
1.      Keadaan ego (ego states)
2.      Transaksi (transactions)
3.      Permainan dan drama segitiga (games and the rama triangle)
4.      Naskah (scripts)
5.      Gerakan dan lakon cerita (strokes dan scriptwork)
6.      Posisi kehidupan (life positions)
7.      Perintah dan keputusan ulang naskah (script injunctions and redecision).

b.      Unsur-unsur terapi
Karena tujuan utama Berne ialah untuk menyelenggarakan terapi secara lebih efektif, ia memulai dengan mengkonstruksikan suatu skema yang mengorgaisasikan dan mengklasifikasikan data kasar yang timbul selama kegiatan terapi. Komponen dasar modelnya ialah “keadaan ego” (ego states). Keadaan ego didefinisikan sebagai “realitas ego yang benar-benar dialami oleh seseorang secara mental dan fisik” pada waktu tertentu.
Jelaslah bahwa seseorang dapat mengalami baik keadaan ego pada saat ini maupun pemutaran ulang (a reply) suatu pengalaman dini seseorang dari masa anak-anak. Perbedaannya dengan psikoanalisis adalah bahwa menurut Freud, ego ialah konsep teoritik; menurut Berne, “keadaan ego diperlihatkan dan dialami secara langsung” dan ketiga keadaan ego tersebut merupakan bagian dari ego.
c.       Teknik-teknik terapi

Analisis transaksional menekankan beberapa kepercayaan tentang sifat semula jadi manusia. Sebagai contoh seseorang dilahirkan mempunyai keupayaan positif untuk membesar dan berkembang, tetapi potensi ini mestilah diusahakan supaya menjadi kenyataan. Dengan kata lain, individu menyusun masa mereka untuk memperoleh stock (pengiktirafan lisan atau bukan lisan) dalam lima cara utama:
a.       Menarik diri
b.      Melakukan
c.       Masa lepas
d.      Bekerja
e.       Bermain.
Terapi analisis menekankan aspek kognitif dan pembelajaran melalui penglibatan dengan cara interaksi antara kaunselor dengan ahli dalam kelompok. Untuk mendapatkan keberkesanan kaunseling kelompok, ahli kelompok haruslah memahami konsep asas terapi analisis transaksional seperti ego, strok, dan skrip, serta bersedia berkongsi pengalaman lepas dan keadaan sekarang kepada semua ahli dalam kelompok. Pengetahuan yang diperoleh ini membolehkan ahli kelompok dapat berpikir, merasai, dan mengubah kelakuam kepada yang lebih positif.

Daftar Pustaka

Mustafa, M.S., Ahmad, R., Kadir, H.A. (2006) Teori praktis dan kaunseling kelompok kontemporari. Kuala Lumpur: Universiti Teknologi Malaysia.

Rabu, 15 April 2015

Logoterapi


Nama:  Tsuraya Farah Khansa W.
NPM: 17512491
Kelas:  3PA06

a.       Konsep dasar

      Viktor Frankl mengembangkan logoterapi yaitu corak psikologi yang diandasi oleh filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi kerohan, disamping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan (termasuk dimensi sosial). Logoterapi beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning).

       Logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainnya erat berhubungan dan saling berkaitan, yaitu kebebasan berkehendak, kehendak hidup berwarna, dan makna hidup.

1.      Kebebasan berkehendak (freedom of will)
      Dalam pandangan logoterapi manusia adalah makhluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis, dan sosiokutural tetapi lebih pada kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand)atas kondisi-kondisi tersebut.
     
      Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuannya untuk mengambil jarak terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “the self determing being” yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.

2.      Kehendak hidup bermakna (the will to mening)
      Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna ini berbeda dengan psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan, atau juga pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan.

3.      Makna hidup (the meaning of life)
      Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Adapun karakteristik makna hidup adalah:
     ·         Unik dan personal
     ·         Spesifik dan konkrit
     ·         Memberi pedoman dan arah.
     ·         Pendalaman dan pemahaman tri-nilai
     ·         Ibadah


b.      Unsur-unsur terapi

        Logoterapi adalah suatu tipe terapi eksistensial yang bertujuan untuk membantu orang-orang akna adalah kehidupan mereka. Menurut Frank, pencarian makna dalam hidup merupakan akar atau sumber dari usaha manusia dan pencarian itu berada pada tingkat intelektual dan bukan pada tingkat instingtif. “makna” adalah milik individu, unik bagi sang pribadi dalam situasinya pada suatu momen tertentu dan berbeda dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh banyak orang.

        Logoterapi juga berurusan dengan penyadaran manusia tterhadap tanggung jawabnya karena tanggung jawab merupakan dasar yang hakiki bagi keberadaan manusia.  Peran terapis dalam logoterapi adalah menjaga hubungan yang akbrab dan pemisahan ilmiah, mengendalikan filsafat pribadi, terapis bukan guru atau pengkhotbah, memberi makna lagi pada penderita, dan untuk memberi makna pada hidup dan menekankan makna kerja dan cinta.
     
c.       Teknik-teknik terapi

         Neurosis kecemasan dan keadaan fobia ditandai oleh kecemasan antisipatori yang menimbulkan kondisi yang ditakuti pasien. Terjadinya kondisi tersebut kemudian memperkuat kecemasan antisipatori yang mengakibatkan lingkaran setan sehingga pasien menghindar atau menarik diri dari situasi-situasi tersebut, dimana ia merasa bahwa kecemasannya akan terjadi. Dalam kasis-kasus yang menyangkut antisipatori, teknik logoterapi yang disebut intense paradoksial (paradoxical intention) sangat berguna.

        Sebaliknya, perhatian dan observasi diri yang berlebih-lebihan ditangani dengan teknik logoterapi lain, yakni derefleksi (dereflexion). Dengan teknik derefleksi, pasien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya. Di pihak lain, pasien yang mengalami kasus yang tidak bias disembuhkan dan nasib bburuk yang tidak bias diubah, maka perhatian pasien diarahkan kepada unsure rohani dan didorong supaya pasien menemui nilai sikap. Teknik logoterapi ini dinamakan bimbingan rohani (spiritual ministry).
           
Daftar Pustaka

DS, Rendro. (2010). Beyond Borders: Communication Modernity & History. Jakarta: STIKOM The     London School of Public Relations.
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.

Sabtu, 11 April 2015

Person Centered Therapy (Rogers)


Nama:  Tsuraya Farah Khansa W.
NPM:   17512491
Kelas:  3PA06 

a.       Konsep dasar

        Terapi person-centered bersandar pada asumsi bahwa setiap orang memiliki motif aktualisasi diri. Motif ini didefinisikan sebagai kecenderungan yan melekat pada semua orang (dan pada semua organism) untuk mengembangkan kapasitas-kapasitasnya dalam cara-cara yang berfungsi untuk mempertahankan atau meningkatkan orang itu (Rogers, 1959). Rogers berpendapat bahwa seorang terapis tidak boleh membuat sugesti-sugesti atau penafiran-penafsiran dalam terapi karena dalam pandangan motif aktualisasi akan menuntun pasien dengan sangat baik.

     Berikut ini akan diberikan definisi-definisi dan konsep-konsep lain yang penting dalam terapi person-centered.

1.      Self concept (konsep diri) mengenai konsepsi seseorang tentang dirinya.
2.      Ideal self (diri ideal) mengenai self concept yang ingin dimiliki seseorang (seseorang ingin menjadi apa).
3.      Ketidakselarasan (incongruence) antara diri dan pengalaman yaitu suatu celah yang ada antara self-concept seseorang dan apa yang dialaminya. Misalnya, seorang individu mungkin mempersepsikan dirinya sebagai orang yang ramah, menarik, dan suka bergaul, tetapi ketika berada bersama dengan orang lain mungkin dia merasa terabaikan. Bias terjadi celah seperti itu, maka orang tersebut akan menjadi tegang, bingung, dan cemas.
4.      Ketidakmampuan menyesuaikan diri secara psikologis (psychological maladjustment). Hal ini terjadi bila seseorang menyangkal atau mendistoraikan pengalaman-pengalaman yang penting. Orang yang tidak mampu menyesuaikan diri secara psikologis adalah orang yang mengalami ketidakselarasan antara dirinya dan pengalaman.
5.      Keselarasan antara diri dan pengalaman. Konsep seseorang tentang dirinya sendiri sesuai dengan apa yang dialaminya.
6.      Kebutuhan akan penghargaan positif (need for positive regard). Kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh orang lain.
7.      Kebutuhan akan harga diri (need for self regard). Kebutuhan untuk menghargai diri sendiri.

b.      Unsur-unsur terapi

      Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah oran yang memilih dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan pribadinya. Pendekatan humanistic Rogers terhadap terapi – person centered therapy – membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondiri-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien.

    Terapis memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan-perasaan yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya dan tidak diakui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata-kata apa yang diungkapkan pasien tanpa memberikan penilaian.

c.       Teknik-teknik terapi

      Rogers mengemukakan enam syarat dalam proses terapi person-centered yang harus dipenuhi oleh terapi. Rogers menyatakan bahwa pasien akan mengadakan respons jika: (1) Terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri; (2) Terapis mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan yang kuat untuk menggerakkan dirinya ke arah kematangan (kedewasaan) serta independensi, dan terapis menggunakan kekuatan ini dan bukan usaha-usahanya sendiri; (3) Menciptakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana pasien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang diinginkannya; (4) Membatasi tingkah laku tetapi bukan sikap, misalnya pasien mungkin mengungkapkan keinginanya untuk memperpanjang pertemuan melampaui batas waktu yang telah disetujui, tetapi terapi tetap mempertahankan jadwal semula; (5) Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukkan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi-emosi yang sedang diungkapkan pasien yang mungkin dilakukannya dengan memantulkan kembali dan menjelaskan perasaan-perasaan pasien; serta (6) Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberikan penafsiran, menasihati, mengajarkan, membujuk, dan meyakinkan kembali.

Daftar Pustaka

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

Terapi Humanistik Eksistensial


Nama:  Tsuraya Farah Khansa W.
NPM:   17512491
Kelas:  3PA06


a.       Konsep dasar

Pandangan humanistik-eksistensial adalah suatu pandangan yang agak baru untuk memahami tingkah laku abnormal dan dalam banyak hal dikembangkan sebagai reaksi melawan pandangan-pandangan lain. Para humanis dan eksistensialis mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk sadar yang memiliki secara bebas tindakan-tindakannya, dan karena pilihannya yang bebas itu maka setiap manusia berkembang sebagai seorang yang unik. Pendukung dari pandangan ini juga mengemukakan bahwa untuk memahami tingkah laku seseorang sangat penting melihat atau mengalami dunia dari segi pandangannya sendiri karena tingkah lakunya disebabkan oleh pilihan sadarnya dan pilihan itu dipengaruhi oleh persepsi pribadinya tentang situasi.
     
Karena penekanan diletakkan pada pentingnya persepsi untuk menentukan tingkah laku, maka pandangan humanistik-eksistensial kadang-kadang disebut pendekatan fenomenologis. Fenomenologis adalah pendekatan yang bertolak dari gagasan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan bukan melalui pikiran dan ituisi.

b.      Unsur-unsur teori

Dalam pandangan eksistensial-humanistik, penderita yang neurotik adalah orang yang kehilangan perasaan berada dan kehilangan perasaan berada ini menimbulkan depresi. Tugas utama terapis adalah membantu penderita agar ia menyadari keberadaannya di dunia ini. Tujuan terapi adalah membantu penderita supaya ia memperoleh atau menemukan kemanusiaan yang hilang. Dengan kata lain, terapis eksistensial-humanistik membantu memperluas kesadadaran diri penderita, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihanya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab terhadap arah hidupnya sendiri. Penerimaan tanggung jawab itu bukan sesuatu yang mudah dan banyak orang merasa takut akan beratnya tanggung jawab terhadap menjadi apa dia sekarang dan akan menjadi apa dia selanjutnya.

 Penderita harus memilih, misalnya, akan tetapi berpegang pada kehidupan yang dikenalnya atau akan membuka diri kepada kehidupan yang kurang pasti dan lebih menantang. Justru karena tidak adanya jaminan-jaminan dalam kehidupan, maka penderita mengalami kecemasan yang pada akhirnya menimbulkan depresi. Oleh karena itu, terapis eksistensial-humanistik membantu penderita agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan-tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedat korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

c.       Teknik-Teknik Terapi

1.      Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
2.      Klien dibantu dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia.
3.      Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima.
4.      Klien diajak untuk berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka, kemudian klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang konkrit, klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.


Daftar Pustaka:

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.