Medan - Seorang bocah penderita kanker di leher
terpaksa bekerja menyemir sepatu dalam upaya mengumpulkan biaya berobat. Uang
itu tak pernah terkumpul, sementara lehernya sudah tidak bisa lagi digerakkan
secara normal.
Muhammad Yunus Ramadhan yang kini berusia delapan
tahun, sudah mengalami masalah di lehernya saat berusia dua tahun. Namun karena
terlalu miskin tak ada upaya pengobatan yang maksimal, hingga kemudian penyakit
di leher yang ternyata kanker kelenjar getah bening itu semakin parah.
"Sekarang leher tidak bisa digerakkan,"
kata Yunus kepada wartawan, Sabtu (12/4/2014) di rumahnya, Jalan Melati,
Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Leher Yunus menjadi kaku, tidak bisa digerakkan ke kiri maupun ke kanan. Jadi jika ingin melihat ke samping, dia harus memutar badannya. Penyakit itu juga membuat badannya kurus dan suaranya terdengar pelan saat berbicara, nyaris tak terdengar. Beberapa kali Yunus pernah mendapatkan perobatan di Puskesmas dekat rumahnya. Tapi upaya pemulihan lebih lanjut kadangkala terhenti karena keterbatasan biaya.
Kemiskinan sudah lama menderita keluarga ini. Ayah Yunus meninggal saat dia masih kecil, sementara ibunya Darni Yusridawati (37) bekerja serabutan. Kadang buruh bangunan, kadang menggali sumur, kadang sebagai petugas cleaning service.
Dalam upaya membantu biaya di rumah tangga dan juga mengumpulkan uang untuk berobat, Yunus dan abang kandungnya Khaidir Ali (12) bekerja menyemir sepatu. Yunus yang kini duduk di kelas dua Sekolah Dasar (SD) dan Khaidir Ali yang duduk di kelas lima, akan bekerja menyemir sepulang sekolah.
Leher Yunus menjadi kaku, tidak bisa digerakkan ke kiri maupun ke kanan. Jadi jika ingin melihat ke samping, dia harus memutar badannya. Penyakit itu juga membuat badannya kurus dan suaranya terdengar pelan saat berbicara, nyaris tak terdengar. Beberapa kali Yunus pernah mendapatkan perobatan di Puskesmas dekat rumahnya. Tapi upaya pemulihan lebih lanjut kadangkala terhenti karena keterbatasan biaya.
Kemiskinan sudah lama menderita keluarga ini. Ayah Yunus meninggal saat dia masih kecil, sementara ibunya Darni Yusridawati (37) bekerja serabutan. Kadang buruh bangunan, kadang menggali sumur, kadang sebagai petugas cleaning service.
Dalam upaya membantu biaya di rumah tangga dan juga mengumpulkan uang untuk berobat, Yunus dan abang kandungnya Khaidir Ali (12) bekerja menyemir sepatu. Yunus yang kini duduk di kelas dua Sekolah Dasar (SD) dan Khaidir Ali yang duduk di kelas lima, akan bekerja menyemir sepulang sekolah.
Keduanya berkeliling ke warung-warung mencari
pelanggan di sekitar Kecamatan Medan Polonia. Sekali menyemir dia mendapat Rp
2.000, namun terkadang diberi lebih oleh mereka yang kasihan. Setiap
hari keduanya bisa mengumpulkan Rp 20 ribu, namun sering pula kurang dari itu.
Untuk mendapatkan uang lebih, keduanya memulung bekas gelas plastik air mineral
kemasan, dan barang-barang bekas lainnya.
"Dikumpulkan untuk menambah uang," kata Yunus.
Sebelum dijual ke penampung, barang-barang bekas itu ditumpukkan sementara di rumah mereka. Rumah yang terbuat dari kayu dan tepas itu luasnya sekitar 3 x 3 meter. Rumah itu pun mereka sewa Rp 200 ribu sebulan.
Yunus terlihat tabah dengan penyakit yang dideritanya. Dia memang berharap penyakitnya dapat segera disembuhkan, namun minyak goreng yang dioleskan setiap hari ke lehernya tak berpengaruh apa-apa.
"Kalau sedang bekerja menyemir tidak begitu sakit, tapi kalau malam sakit," kata Yunus sembari memegang lehernya. Meski cuma bekerja penyemir sepatu dan pemulung, Yunus berharap uang yang terkumpul dapat dipergunakan untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Namun, uang itu tak pernah tergenapkan. Setiap kali tak ada makanan, uang yang dikumpulkan itu terpaksa dipergunakan.
"Dikumpulkan untuk menambah uang," kata Yunus.
Sebelum dijual ke penampung, barang-barang bekas itu ditumpukkan sementara di rumah mereka. Rumah yang terbuat dari kayu dan tepas itu luasnya sekitar 3 x 3 meter. Rumah itu pun mereka sewa Rp 200 ribu sebulan.
Yunus terlihat tabah dengan penyakit yang dideritanya. Dia memang berharap penyakitnya dapat segera disembuhkan, namun minyak goreng yang dioleskan setiap hari ke lehernya tak berpengaruh apa-apa.
"Kalau sedang bekerja menyemir tidak begitu sakit, tapi kalau malam sakit," kata Yunus sembari memegang lehernya. Meski cuma bekerja penyemir sepatu dan pemulung, Yunus berharap uang yang terkumpul dapat dipergunakan untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Namun, uang itu tak pernah tergenapkan. Setiap kali tak ada makanan, uang yang dikumpulkan itu terpaksa dipergunakan.
Sumber: http://news.detik.com/
Analisis
kasus menggunakan teori humanistic
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima
dirinya sebisa mungkin.
Dalam
kasus ini, Yunus, bocah berusia delapan tahun, memiliki penyakit kanker
kelenjar getah bening di lehernya yang mengakibatkan ia tidak bisa menengok ke
kanan maupun kekiri. Meski begitu, Yunus tetap bersemangat mencari uang
tambahan demi kesembuhan dirinya. Ia tetap sabar dengan penyakit yang di
deritanya, meskipun sudah semakin parah.
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki
keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk
mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia
tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk
mencapai sesuatu yang lebih,
Yunus percaya akan kesembuhan dirinya, hal ini
terlihat dari kegigihannya dalam mencari uang lebih untuk pengobatannya. Dibantu
dengan kakaknya, Khaidir Ali, mereka mencari uang tidak hanya untuk pengobatan
Yunus, melainkan untuk makan dan kesehariannya.
Nama: Tsuraya Farah Khansa Waliny
NPM: 17512491
Kelas: 2PA06
Kelompok Humanistik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar